Beliau adalah al Imam al ‘Allamah al Hafizh Syihabuddin Abul Fadhl
Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al
Kinani, al ‘Asqalani, asy Syafi’i, al Mishri. Kemudian dikenal dengan
nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani
adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah
Palestina, dekat Ghuzzah (Jalur Gaza-red).
Beliau lahir di Mesir pada bulan Sya’ban 773 H, namun tanggal
kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk anak
yatim piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih bayi, kemudian
bapaknya menyusul wafat ketika beliau masih kanak-kanak berumur empat
tahun.
Ketika wafat, bapaknya berwasiat kepada dua orang ‘alim untuk
mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu. Dua orang itu ialah Zakiyuddin
al Kharrubi dan Syamsuddin Ibnul Qaththan al Mishri.
PERJALANAN ILMIAH IBNU HAJAR
Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan. Meski yatim piatu,
semenjak kecil beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar.
Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap
berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia sembilan tahun.
Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal kitab-kitab ilmu
yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu
Hajib dan Milhatul I’rab.
Semangat dalam menggali ilmu, beliau tunjukkan dengan tidak
mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi beliau melakukan rihlah
(perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi untuk menimba ilmu.
Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal disana, di
antaranya:
1. Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah
al Mukarramah dan shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H.
Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah
dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi
(an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang
kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.
2. Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan
murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan
beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al Bulqini.
3. Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus,
Khalil, Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di
tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.
4. Shana’ dan beberapa kota di Yaman dan menimba ilmu dari mereka.
Semua ini, dilakukan oleh al Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil
ilmu langsung dari ulama-ulama besar. Dari sini kita bisa mengerti,
bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqlani sangat banyak, dan
merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti: ‘Afifuddin
an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H), Muhammad
bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al
Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al
Bulqini Rahimahullah (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali
mengizinkan al Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl
al ‘Iraqi (wafat 806 H) –beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan
sebutan al Hafizh, mengagungkannya dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar
adalah muridnya yang paling pandai dalam bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin
Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh mendengarkan shahih al
Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau banyak menimba
ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi Rahimahullah. Dalam
mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada al Fairuz
Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga kepada
Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh
macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi
Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam
berbagai cabang ilmu, khususnya fiqih dan hadits.
Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani mengambil ilmu dari para imam
pada zamannya di kota Mesir, dan melakukakan rihlah (perjalanan) ke
negeri-negeri lain untuk menimba ilmu, sebagaimana kebiasaan para ahli
hadits.
Layaknya sebagai seorang ‘alim yang luas ilmunya, maka beliau juga
kedatangan para thalibul ‘ilmi (para penuntut ilmu, murid-red) dari
berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari beliau, sehingga banyak
sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari berbagai madzhab
adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur misalnya, Imam ash-shakhawi
(wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar
ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926
H), Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H),
Ibnu Fahd al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.
KARYA-KARYA AL HAFIZH IBNU HAJAR
Kepakaran al Hafizh Ibnu Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis
pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai mendekti ajalnya. Beliau
mendapatkan karunia Allah Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu
keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang lain. Oleh
karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan tersebar
luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling
memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan
sampai sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada
karya-karya beliau Rahimahullah.
Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih
Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish
Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq,
Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.
Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau
mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini
menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab. Kebanyakan berkaitan
dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat (kajian).
MENGEMBAN TUGAS SEBAGAI HAKIM
Beliau terkenal memiliki sifat tawadhu’, hilm (tahan emosi), sabar,
dan agung. Juga dikenal banyak beribadah, shalat malam, puasa sunnah dan
lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan sifat wara’
(kehati-hatian), dermawan, suka mengalah dan memiliki adab yang baik
kepada para ulama pada zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap
orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan
sifat-sifat yang beliau miliki, tak heran jika perjalanan hidupnya
beliau ditawari untuk menjabat sebagai hakim.
Sebagai contohya, ada seorang hakim yang bernama Ashadr al Munawi,
menawarkan kepada al Hafizh untuk menjadi wakilnya, namu beliau
menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat di kehakiman. Kemudian,
Sulthan al Muayyad Rahimahullah menyerahkan kehakiman dalam perkara
yang khusus kepada Ibnu Hajar Rahimahullah. Demikian juga hakim
Jalaluddin al Bulqani Rahimahullah mendesaknya agar mau menjadi
wakilnya. Sulthan juga menawarkan kepada beliau untuk memangku jabatan
Hakim Agung di negeri Mesir pada tahun 827 H. Waktu itu beliau menerima,
tetapi pada akhirnya menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau
membedakan antara orang shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga
suka mengecam apabila keinginan mereka ditolak, walaupun menyelisihi
kebenaran. Bahkan mereka memusuhi orang karena itu. Maka seorang hakim
harus berbasa-basi dengan banyak fihak sehingga sangat menyulitkan untuk
menegakkan keadilan.
Setelah satu tahun, yaitu tanggal 7 atau 8 Dzulqa’idah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.
Pada tahun ini pula, Sulthan memintanya lagi dengan sangat, agar
beliau menerima jabatan sebagai hakim kembali. Sehingga al Hafizh
memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau, yang kemudian beliau
menerima jabatan tersebut tanggal 2 rajab. Masyarakatpun sangat
bergembira, karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan
beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada
beliau pada tahun 833 H.
Jabatan sebagai hakim, beliau jalani pasang surut. Terkadang beliau
memangku jabatan hakim itu, dan terkadang meninggalkannya. Ini berulang
sampai tujuh kali. Penyebabnya, karena banyaknya fitnah, keributan,
fanatisme dan hawa nafsu.
Jika dihitung, total jabatan kehakiman beliau mencapai 21 tahun.
Semenjak menjabat hakim Agung. Terakhir kali beliau memegang jabatan
hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’uts Tsani 852 H, tahun beliau wafat.
Selain kehakiman, beliau juga memilki tugas-tugas:
- Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.
- Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.
- Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.
Di tengah-tengah mengemban tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra
ilmu, seperti mengkaji dan meneliti hadits-hadits, membacanya,
membacakan kepada umat, menyusun kitab-kitab, mengajar tafsir, hadits,
fiqih dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan dengan
hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama
dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.
KEDUDUKAN IBNU HAJAR RAHIMAHULLAH
Ibnu Hajar Rahimahullah menjadi salah satu ulama kebanggaan umat,
salah satu tokoh dari kalangan ulama, salah satu pemimpin ilmu. Allah
Ta’ala memberikan manfaat dengan ilmu yang beliau miliki, sehingga
lahirlah murid-murid besar dan disusunnya kitab-kitab.
Seandainya kitab beliau hanya Fathul Bari, cukuplah untuk meninggikan
dan menunjukkan keagungan kedudukan beliau. Karena kitab ini
benar-benar merupakan kamus Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaii wasallam.
Sedangkan karya beliau berjumlah lebih dari 150 kitab.
Adapun riwayat ringkas ini, sama sekali belum memenuhi hak beliau.
Belum menampakkan keistimewaan-keistimewaan beliau, dan belum
menonjolkan keutamaan-keutamaan beliau. Banyak para ulama telah menyusun
riwayat hidup al Hafizh secara luas. Di antara yang terbaik, yaitu
tulisan murid beliau, al ‘Allamah as-Sakhawi, dalam kitabnya, al Jawahir
wad Durar fi Tarjamati al Hafizh Ibnu hajar.
Dan setelah ini semua, beliau –semoga Allah memaafkannya- memiliki
aqidah yang tercampur dengan Asy’ariyah. Sehingga beliau Rahimahullah
termasuk ulama yang menta’wilkan sifat-sifat Allah, yang terkadang
dengan ketidak-pastian. Ini menyelisihi jalan salafush Shalih.*
Walaupun demikian, kita sama sekali tidak boleh menjadikan
kesalahan-kesalahan ini sebagai alat untuk mencela dan merendahkan
kedudukan al Hafizh. Karena jalan yang beliau tempuh adalah jalan
Sunnah, bukan jalan bid’ah. Beliau membela Sunnah, menetapkan
masalah-masalah berdasarkan dalil. Sehingga beliau tidak dimasukkan
kepada golongan ahli bid’ah yang menyelisihi Salaf. Banyak ulama dahulu
dan sekarang memuji Ibnu Hajar Rahimahullah, dan memegangi perkataan
beliau yang mencocoki kebenaran, dan ini sangat baik. Adapun mengenai
kesalahannya, maka ditinggalkan.
Syaikh al Albani Rahimahullah mengatakan, Adalah merupakan kedzaliman
jika mengatakan mereka (yaitu an-Nawawi dan Ibnu Hajar al ‘Asqalani)
dan orang-orang semacam mereka termasuk ke dalam golongan ahli bid’ah.
Menurut Syaikh al Albani, meskipun keduanya beraqidah Asy’ariyyah,
tetapi mereka tidak sengaja menyelisihi al Kitab dan as Sunnah. Anggapan
mereka, aqidah Asy’ariyyah yang mereka warisi itu adalah dua hal:
Pertama, bahwa Imam al Asy’ari mengatakannya, padahal beliau tidak
mengatakannya, kecuali pada masa sebelumnya, (lalu beliau tinggalkan dan
menuju aqidah Salaf, Red). Kedua, mereka menyangka sebagai kebenaran,
padahal tidak.**
WAFATNYA IBNU HAJAR
Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah
kehidupannya dipenuhi dengan ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amal
shalih, menurut sangkaan kami, dan kami tidak memuji di hadapan Allah
terhadap seorangpun. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra. Semoga
Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, memaafkan dan
mengampuninya dengan karunia dan kemurahanNya.
Demikian perjalanan singkat al Hafizh Ibnu hajar al ‘Asqalani. Semoga
kita dapat mengambil manfaat, kemudian memotivasi kita untuk selalu
menggali ilmu dan beramal shalih. Wallahu a’lam.
CATATAN KAKI
*). Dapat diketahui dari pandangan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz
terhadap juz-juz awal kitab Fathul Bari. Demikian juga beberapa
kesalahan berkaitan dengan aqidah yang di beri komentar oleh Syaikh Ali
bin ‘Abdul ‘Aziz bin Ali asy-Syibl yang melanjutkan komentar Syaikh
‘Abdul Aziz bin Baaz. Komentar-komentar ini telah dibukukan dalam kitab
at-Tanbih ‘alal Mukhalafat al ‘Aqidah fi Fathil Bari.
**). Kaset Man Huwa al Kafir wa Man Huwa al Mubtadi’? Dinukil dari
catatam kaki kitab al Ajwibah al Mufidah min As’ilah al manahij al
Jadidah, hal 221; Fatwa-fatwa Syaikh Shalih al fauzan yang dikumpulkan
oleh Jamal bin Furaihan al Haritsi.
Minggu, 21 Oktober 2012
Sabtu, 20 Oktober 2012
keutamaan keutamaan Dzikir
Keutamaan Keutamaan Dzikir
Posted by Admin pada 11/08/2009
Suatu hari para fakir miskin dari kalangan sahabat mendatangi rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, mereka berkata , Wahai
Rasulullah,orang-orang kaya telah mendahului kami dengan membawa
derajat-derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.”Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya, Kenapa demikian? Para sahabat tadi melanjutkan, “orang-orang
kaya tersebut shalat sebagaimana kami juga sholat, mereka puasa
sebagaiman kami juga berpuasa, tapi mereka bersedekah dan kami tidak
bisa bersedekah, mereka membebaskan budak dan kami tidak bisa.”
Demikianlah
keluhan para shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka merasa
sedih ketika mendapati ada orang lain yang lebih baik amalannya.
Perlombaan ke negeri akhirat.oleh karena itu jadilah mereka sebaik baik
umat.maka pantas saja kalau Allah subahanahu wa ta’ala menjadikan cara
keimanan mereka standar dalam mengukur kebenaran dari kebatilan.
Allah ta’la berfirman :
فَإِنۡ
آمَنُواْ بِمِثلِ مَآ آمَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهتَدَواْۖ وَّإِن
تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِى شِقَاقٍ۬ۖ فَسَيَكفيكهم ٱللَّهُۚ وَهُوَ
ٱلسَّمِيعُ ٱلعَلِيمُ
“Maka
jika mereka beriman kepada apa yang kalian (para shahabat) telah
beriman kepadanya, sesungguh mereka berada dalam permusuhan (dengan
kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al Baqarah:137)
Al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- berkata, ayat
ini memposisikan keimanan para shahabat Nabi sebagai standar dan ukuran
dalam membedakan petunjuk dari kesesatan dan kebenaran kebatilan . Maka
apabila para ahli kitab beriman seperti keimanan mereka (para shahabat)
berarti mereka telah mendapatkan hidayah mutlak yang sempurna. Dan
apabila mereka berpaling dari beriman seperti keimanan para shahabat
maka mereka telah jatuh pada kebinasaan yang jauh.” Lihat Juga An Nisaa’:115
Lalu
Rasullah shalallhu ‘alaihi wasallam berkata menerangkan mereka,
“inginkah kalian aku ajarkan sesuatu dengannya kalian bisa menyusul
orang-orang yang mendahului kalian dan kalian bisa meninggalkan
orang-orang yang dibelakang kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih
baik dari kalian, kecuali mereka yang juga mencontoh amalan kalian?”
Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam tahu betul bahwa perlombaan sebenarnya
adalah ini.persis seperti yang Allah subahanahu wa ta’ala firmankan:
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ۬ مِّن رَّبِّكمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَـٰوَٲتُ وَٱلأَرۡضُ أُعِدَّتۡ للمُتَّقِينَ
“Dan
beregeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan Bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertaqwa.(Al-Imran:133)
Bukan berlomba-lomba dalam dunia yang jelas-jelas tercela dalam agama,
“Ketahuilah,
Bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga tentang banyaknya harta dan anak,seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu.”(al-Hadiid:20)
Lalu para shahabat tersebut dengan antusias menjawab, “tentu
ya rasulullah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:
“Bertasbih, bertakbir dan bertahmid lah kalian pada setiap kali selesai
shalat wajib sebanyak 33 kali. (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Alangkah
besarnya fadhilah berdzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala, dengan
tasbih (ucapan subahanallah) , Takbir (ucapan Allahu Akbar), Tahmid
(ucapan Alhamdulillah) yang dibaca seorang hamba seperti yang
dituntunkan Nabi-Nya ia akan mendapatkan keutamaan-keutamaan
diatas.Demikianlah dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala, bahkan
Allah subahanahu wata’ala mengancam orang-orang yang hatinya lalai dari
berdzikir mengingat Allah subahanahu wa ta’ala dalam firmanNya:
أَفَمَن
شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُ ۥ لِلإِسلا مِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ۬ مِّن
رَّبِّهِۦۚ فَوَيلٌ۬ لِّلقَـٰسِيَةِ قُلُوُبهم مِّن ذِكرِ ٱللَّهِۚ
أُولئكَ فِى ضَٰلالٍ۬ مُّبِينٍ
“Maka
apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) menerima agama
Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang
membantu hatinya) Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang
membantu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata.”(Az-Zummar:22)
Dan diantara Fadilah-Fadilah dzikir
yang lain adalah seperti yang disebutkan dalam banyak dalil al Qur’an
mauopun hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :
1. Dzikir merupakan penangkal ampuh dari godaan-godaan syaithan.
Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيطَـٰنِ نَزۡغٌ۬ فَٱستَعِذۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلعَلِيمُ
“ Dan
Jika Syaithan mengganggumu dengan suatu ganguan, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Fushilat:36)
Dan
hadits-hadits dlam hal ini banyak, diantaranya adalah yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam Kitab Shalat dalam Shahihnya, Bahwa Suhail bin
Abi Shalih bercerita, “Suatu hari Bapakku mengutusku pergi kekabilah
Bani Haritsah maka akupun pergi bersama seseorang teman.Tiba-tiba
terdengar suara memanggil-manggil nama temanku dari balik sebuah tembok.
Dan ketika temanku melihat ke balik tembok tempat suara tadi berasal,
ia tidak mendapati seseorangpun disana. Maka sepulangnya kami kerumah
aku ceritakan kejadian ini kepada bapakku, dan dia berkata:” seandainya
akau tahu bahwa kamu akan mengalami kejadian ini tentu aku tidak akan
mengutusmu, tapi apabila kamu mendengar suara maka kumandangkanlah
adzan, karena aku mendengar Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu membawakan
hadits dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “
Sesungguhnya syaithan apabila terdengar panggilan shalat (adzan) lari
tungang langgang.”
2. Dzikir seorang hamba akan memenuhi timbangan kebaikannya di akhirat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“(Ucapan) Alhamdulillah memenuhi timbangan dan (ucapan) Subahanallah wal hamdulillah keduanya memenuhi antara langit dan Bumi.”( HR. Muslim dari Abu Malik Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu)
3. Allah subahanahu wa ta’ala mencintai orang yang berdzikir kepada-Nya.
Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:
فَٱذۡكُرُونِىٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشكُرُواْ لِى وَلا تَكُفرُونِ
“Berzikirlah
kalian kepada-Ku niscaya Akau akan mengingat-ingat kalian dan
bersyukurlah kalian kepada-Ku (atas berbagai nikmat yang Aku berikan
kepad kalian) serta janganlah kalian mengikarinya. (al-Baqarah:152)
dan disebukan didalam hadits abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“ Ada
dua kalimat yang ringan bagi lisan dan berat ditimbangan dan dicintai
oleh ar-Rahman yaitu: Subahanallah wabihamdih, Subahanallahil
‘Adzim.”(Bukhari-Muslim)
4. Dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala menggugurkan dosa-dosa.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
Barang
siapa yang membaca “Subahanallahi wabihamdih seratur kali dalam sehari ,
akan digugurkan dosa-dosanya walaupun sebanyak buih dilautan.” (Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
5. Dengan Dzkir Allah subahanahu wa ta’ala akan tambahkan rezeki dan keturunan seseorang. Allah subahanahu wata’ala berfirman:
فَقُلتُ ٱستَغفرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُ ۥ كَانَ غَفَّارً۬ا
يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيكُم مِّدۡرَارً۬ا
وَيُمۡدِدۡكُم بِأَموَٲلٍ۬ وَبَنِينَ وَيَجعَل لَّكُمۡ جَنَّا تٍ۬ وَيَجعَل لَّكُمۡ أَنهاٰرً۬ا
“Maka
aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu, dan menggandakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu
sungai-sungai.” (Nuh:10-12)
Dan Fadilah-fadilah lainnya yang teramat banyak yang tidak mungkin disebutkan semuanya pada kesempatan yang singkat ini.
Dan dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala apabila ditinjau dari sisi hukumnya,
Dzikir terbagi menjadi dua macam:
Pertama : Dzikir yang diwajibkan
Shalat misalnya merupakan termasuk dari dzikir-dzikir yang wajib, karena didalamnya terkandung dzikir-dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala seperi membaca al Qur’an.
Kedua: Dzikir yang tathawwu’ ( yang Mustahab)
Seperti bacaan tasbih (subahanallah), tahlil (laa ilaaha ilallah), Takbir (Allahu Akbar).
Sedangkan apabila ditinjau dari sisi bentuknya.dzikrullah terbagi menjadi dua macam:
Pertama : dzikir anggota badan
Seperti dengan ucapan dan anggota badan. Cara ini dapat dilakukan oleh seseorang mukmin maupun munafiq
Kedua: Dzikir dengan hati.
Dimana hati seseorang senantiasa ingat kepada Allah subahanahu wa
ta’ala, senatiasa merasa diawasi Allah subahanahu wa ta’ala, sehingga
dia berupaya untuk menjalankan perintah-perintah-Nya. Dia Esa-kan
Allah subahanahu wa ta’ala dan tidak menyekutukan-nya. Dia menjalankan
sunnah atau ajaran Nabi-Nya dan meninggalkan larangannya. Dia senantiasa
ta’at kepada-Nya dan jauh dari maksiat. Maka dzikir ini tidak bisa
dilakukan kecuali oleh seorang Mukmin. Wallahu a’lam bishawab.
Biografi & Manaqib Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi رضي الله عنه. – Pengarang Mawlid Simthud Durar
Biografi & Manaqib Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi رضي الله عنه. – Pengarang Mawlid Simthud Durar
Manaqib Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi رضي الله عنه. – Pengarang Mawlid Simtud Durar
=======================================
(Makam Al-Habib Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-Habasy RA)
Tanggal 20 Rabi’ ats-Tsani 1432, genaplah 99 tahun kembalinya kerahmatuLlah shohib mawlid Simtud Durar iaitu al-Imam al-Habib ‘Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi رضي الله عنه. Seperti biasa, majlis haul beliau akan diadakan oleh anak-cucu dan pencinta beliau di Seiwun, Lumu Kenya, Solo Indonesia dan di lain-lain tempat. Kalau di Solo puluhan ribu akan menghadiri majlis haul tersebut. Buat teman-teman yang kiin berada di Solo untuk menghadiri Majlis Haul beliau, jangan lupa untuk menghadirkan juga al-Fagir. Maka sempena haul ahlulbait yang tersohor ini besok, al-Fagir ini berkongsi sedikit daripada manaqib beliau.
Nasab Beliau: ‘Ali bin Muhammad bin Hussin bin ‘Abdullah bin Syeikh bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Hussin bin Ahmad Shohib asy-Syi’ib bin Muhammad Asghar bin ‘Alwi bin Abu Bakar al-Habsyi bin ‘Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadullah bin Hasan at-Turabi bin ‘Ali bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali Khali’ Qasam bin ‘Alwi bin Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Ubaidullah bin al-Muhajir Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad an-Naqib bin ‘Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zain al-‘Abidin bin Hussin as-Sibth utera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah al-Zahra’ binti Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم.
Ayahanda beliau adalah merupakan Mufti Syafi’iyyah di Makkah sejak tahun 1270H menggantikan Syaikh Ahmad Dimyathi yang wafat. Setelah kewafatan Habib Muhammad bin Hussin al-Habsyi, tempatnya diganti oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. [Diantara ulama Melayu yang sempat berguru kepada Habib Muhammad bin Hussin al-Habsyi ialah Syaikh Arsyad Thawil Banten, Jawa Barat. Beliau juga berguru kepada al-Muhaddits Habib Hussin bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi. Syaikh Mahfuz Termas juga belajar hadits kepada al-Muhaddits Habib Hussin bin Muhammad al-Habsyi, iaitu saudara kepada Habib ‘Ali al-Habsyi]
Manakala bonda beliau yang berasal dari Syibam adalah seorang sayyidah shalihah, ‘arifahbillah dan da’iyyah ilallah ‘Alawiyyah binti Hussin bin Ahmad al-Hadi al-Jufri.
Saudara-saudari beliau: AbduLlah, Ahmad, Hussin, Syeikh dan Aminah
Pendidikan dan guru-guru beliau: Sejak beliau dididik oleh ayahanda beliau, Habib Muhammad bin Hussin al-Habsyi [ - ayahanda beliau berangkat ke Mekah dan tinggal disana ketika usia Habib ‘Ali 7 tahun. Dan urusan pendidikan beliau seterusnya diambil oleh bonda beliau - ] dan bonda beliau Hababah ‘Alawiyyah binti Hussin al-Hadi al-Jufri. Seterusnya beliau belajar ramai ulama, antaranya:
Habib Hasan bin Shaleh al-Bahr
Al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Hussin bin Thahir (syaikh fath dan tahkim kepada ayahanda beliau)
Al-‘Arifbillah al-Habib Abu Bakar bin ‘Abdullah al-‘Athash (shaikh fath beliau)
Al-‘Allamah Habib Umar bin Hasan bin ‘Abdullah al-Haddad
Al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur
Al-Habib ‘Ali bin Idrus bin Syihabuddin
Al-Habib Umar bin ‘Abdurrahman Bin Syahab
Al-Habib Mohsin bin ‘Alwi al-Saggaf
Al-Habib ‘Abdul Qadir bin Hasan bin Umar bin Saggaf
Al-Habib Muhammad bin ‘Ali bin ‘Alwi al-Saggaf
Al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdhar
Al-Habib ‘Idrus bin Umar al-Habsyi
Sayyid ‘Abdullah bin Hussin bin Muhammad
Syaikh Muhammad bin Ibrahim
Beliau berangkat ke Mekah pada tahun 1276H atas permintaan ayahanda beliau, dan tinggal disana selama 2 tahun. Ketika itu beliau berusia 17 tahun. Di Hijaz beliau mengambil peluang menuntut ilmu dengan para ulama disana. Ketika di Mekah, beliau, abangnya Habib Hussin dan Habib ‘Alwi al-Seggaf sering mengulangkaji kitab Minhaj dan 12 buah syarahnya bahkan mereka menghafalnya.
Melalui pengembaraan mencari ilmu dan menemui para ‘alim-ulama di Hadramaut dan Hijaz, maka Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi menguasai dengan baik pelbagai ilmu, samada yang dzahir maupun yang bathin. Sekembalinya dari Mekah, maka bermulalah pula kegiatan beliau berdakwah dan mengajar. Beliau menjadi imam, berdakwah, mengajar dan beribadah di Masjid Hambal. Lebih kurang 30 tahun beliau berkhidmat disana.
(Tulisan di bahagian luar Ribath/Masjid Riyadh, Seiwun)
Setelah itu beliau membangunkan ribath beliau sendiri di kota Seiwun, untuk para penuntut ilmu. Kemudian belau membangunkan pula masjid yang dinamakan Masjid Riyadh berhampiran dengan ribath yang beliau telah bangunkan. Masjid tersebut dibangunkan pada tahun 1303. di Masjid inilah pengajian hadits diadakan pada setiap hari itsnein. Dibacakan kutubus sittah atau al-Ummahat as-Sit.
Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut, Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar 1327 dan menyempurnakannya pada 10 Rabiulawwal 1327H.
Hasil dari perkahwinannya, Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi dikurniakan 5 orang cahayamata iaitu ‘Abdullah, Muhammad, Ahmad, ‘Alwi dan Khadijah.
Foto> Al-Habib 'Alwi bin 'Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi (beliau adalah ayahanda kepada al-Habib Muhammad Anis)
(Foto Al-Habib Muhammad bin 'Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi)
(Foto Al-Habib Anis (cucu kepada al-Habib 'Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi)
Kewafatannya: al-‘Arifbillah al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi wafat pada waktu Dhuhur, hari Ahad, 20 Rabi’uts Tsani 1333H dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Riyadh.
Murid-murid beliau: Al-‘Arifbillah al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi meninggalkan ramai murid, antaranya:Anak-anak beliau sendiri iaitu ‘Abdullah, Muhammad, Ahmad dan ‘Alwi; Al-‘Allamah al-Habib Syaikh bin Muhammad (adik beliau); Al-‘Allamah al-Habib Ja’far bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Umar bin Seggaf al-Seggaf ; Al-‘Allamah al-Habib ‘Abdul Qadir bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin ‘Umar bin Seggaf al-Seggaf (ayahanda kepada al-Marhum al-Habib ‘Abdul Qadir as-Seggaf – Jeddah) ; Al-‘Allamah al-Habib Muhammad bin Hadi bin Hassan al-Seggaf; Al-‘Allamah al-Habib Muhsin bin ‘Abdullah bin Mihsin al-Seggaf; Al-‘Allamah al-Habib ‘Ali bin ‘Abdul Qadir bin Salim bin ‘alwi al-‘Aidarus; Al-‘Allamah al-Habib ‘Abdullah bin ‘Alwi bin Zein al-Habsyi; Al-‘Allamah al-Habib Hasan bin Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih; Al-‘Allamah al-Habib ‘Ali bin ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur; Al-‘Allamah al-Habib ‘Abdullah bin Umar asy-Syatiri; dan ramai lagi.
Antara kata-kata hikmah dan nasihatnya:
Pelajarilah cara memetikan hawa nafsu. Pelajarilah adab. Tuntutlah ilmu, baik dari orang dewasa maupun kanak-kanak ……………… Jauhilah dengki dan irihati. Ketahuilah kedua sifat ini dapat mencabut keberkatan ilmu.
Allah tidak mensyariatkan shalat berjemaah atau shalat Jum’at atau shalat eid, kecuali kerana ada rahsia yang Allah letakkan dalam kumpulan manusia. Allah telah menjadikan untuk umat Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم saat-saat untuk berkumpul setiap tahun, setiap minggu dan setiap hari. Allah tidak mensyariatkan pertemuan-pertemuan itu dengan sia-sia. Allah mensyariatkannya, tidak lain kerana keistimewaan yang terdapat dalam setiap pertemuan. ………….
Penghuni zaman ini hanya berlumba-lumba mencari dunai. Mereka hanya menyukai orang yang memiliki banyak harta, kedudukan yang tinggi dan kemasyhuran. Jika seseorang mempunyai anak yang pandai dalam urusan dunia dan seorang lagi anak yang pandai dalam ilmu agama, maka ia lebih menyayangi anak yang pandai dalam urusan dunia.
Manusia di zaman ini hendaknya menjaga cahaya imannya, kerana pergaulan dengan orang-orang yang diliputi kegelapan hanya akan menularkan kegelapannya. Alangkah seringnya hati berbolak-balik. Jika kau berusaha hudhur didalam shalat, dzikir atau tilawah, maka hatimu mengajakmu berkelana ketempat-tempat lain. Di zaman ini tidak ada seorang pun yang mencari tabib bagi penyakit hatinya. Jika ada orang sakit kepala, ia akan segera berkata,: “Ambilkan ubat sakit kepala!” Jika ada yang sakit gigi, ia akan berkata,: Ambilkan ubat sakit gigi! Namun jika terkena penyakit hati, tidak ada yang berusaha mencari tabibnya [yakni syaikh mursyid yang dapat merawat penyakit-penyakit hati]
Hadirilah majlis-majlis ilmu dengan hati dan telinga yang mau mendengar. Keluarlah dari majlis itu dengan membawa faedah. Dan faedah majlis yang sebenarnya adalah mengamalkan apa yang telah kalian dengar. Setiap orang hendaknya menujukan nasihat yang ia dengar untuk dirinya sendiri. Terimalah nasihat dengan senang dan hati yang lapang. …………
Wahai saudara-saudaraku, hati-hati telah menjadi kaku dan beku, tidak ada lagi bekas dan pengaruh dari al Quran maupun nasihat para ulama yang selalu didengarnya. Sedang kita tidak tahu apa gerangan penyebab kekerasan hati itu. Ketahuilah bahwa penyebab terbesar dan yang paling dominan adalah kerana makanan yang kotor (syubhat atau haram) yang masuk ke perut kita, ketika ini banyak orang tidak mempedulikan dan bahkan tidak takut untuk jatuh pada keharaman. Mereka meremehkan masalah ini …… Bagaimana mungkin nasihat dan peringatan yang disampaikan akan memberikan atsar (pengaruh) dan membekas di hati, sedangkan makanan yang dimakan adalah haram?
Berusahalah mencari pekerjaan dan makanan yang halal dan jauhilah keharaman. Dan ketahuilah bahwa kewara’an ini tidak hanya pada makanan sahaja tetapi mencakupi semua aspek pekerjaan kita. Berbuat apapun, tetapi harus dilandasi dengan keberhati-hatian dan kewaspadaan. Jika masih ragu maka tinggalkanlah kerana dikhawatir akan terjerumus pada keharaman dan akibatnya pasti celaka.
Jika riwayat hidup kaum ‘arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imanya kepada Allah akan semakin kukuh. Sebab, kehidupan mereka merupakan cerminan dari kitabullah yang didalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian atau refleksi dari hadits Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم atau dari pengetahuan yang ia terima langusng dari Nabi صلى الله عليه وآله وسلم tanpa perantara.
Banyak lagi nasihat dan kata-kata hikmah beliau yang bagaimana yang terkandung didalam beberapa buah kitab seperti Majmu’ Washoya, Majmu’ Kalam al-Habib ‘Ali al-Habsyi, Jawahir al-Anfas fima Yurdhi Rabb an-Nas, al-Mawa’idz al-Aliyyah min al-Majalis al-‘Aliyyah dan lain-lain. Sesungguhnya nasihat dan kata-kata hikmah beliau sentiasa membasahi hati yang gersang bak air hujan yang membasahi tanah yang tandus sehingga menyuburkannya. Memang benarlah bahwa ilmu (hikmah) yang disampaikan seorang ‘arifbillah, akan memberikan ketenangan dan kesejukan hati ibarat air hujan memberikan kesuburan pada pepohonan. Dan sebagaimana kata orang, jika nasihat itu keluar dari hati, maka ia akan masuk kehati ……
Demikianlah sekelumit manaqib al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi, shahib Maulid Simtud Durar. Insyaallah, mudah-mudahan kita tergolong kaum yang mencintai beliau, para salaf kita dan para auliya serta sholihin, dan moga-moga kita kelak dikumpulkan bersama mereka. آمين Untuk membaca manaqib ‘arifbillah ini secara detail, silahkan dapatkan buku biografi Habib ‘Ali Habsyi Muallif Simtud Durar oleh Habib Novel Muhammad al-‘Aidarus dan Drs. Abu ‘Abdillah al-Husaini (seperti gambar di atas).
Kamis, 18 Oktober 2012
maulid nabi muhammad saw
Pada bulan Rabiul Awwal ini kita menyaksikan di belahan dunia islam, kaum
muslimin merayakan Maulid, Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan cara dan adat
yang mungkin beraneka ragam dan berbeda-beda. Tetapi tetap pada satu tujuan,
yaitu memperingati kelahiran Nabi mereka dan menunjukkan rasa suka cita dan
bergembira dengan kelahiran beliau Saw. Tak terkecuali di negara kita
Indonesia, di kota maupun di desa masyarakat begitu antusias melakukan perayaan
tersebut.
Demikian pemandangan yang kita saksikan setiap datang bulan Rabiul awwal.
Telah ratusan tahun kaum muslimin merayakan maulid Nabi Saw, Insan yang paling mereka cintai. Tetapi hingga kini masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Diantaranya mereka mengatakan, orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi menjadikannya sebagai ‘Id (Hari Raya) yang syar’i, seperti ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Padahal, peringatan itu, menurut mereka, bukanlah sesuatu yang berasal dari ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah yang mereka katakan itu sesuai dengan prinsip-prinsip agama, ataukah justru sebaliknya?
Di antara ulama kenamaan di dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak dituduhkan kepada kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, adalah As Sayyid Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Alawi Al Maliki. Berikut ini kami nukilkan uraian dan ulasan beliau mengenai hal tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab beliau Dzikrayat wa Munasabat dan Haul al Ihtifal bi Dzikra Maulid An Nabawi Asy Syarif.
Hari Maulid Nabi SAW lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada ‘Id. ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedangkan peringatan Maulid Nabi SAW, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkait dengan waktu dan tempat.
Hari kelahiran beliau lebih agung daripada ‘Id, meskipun kita tidak menamainya ‘Id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa ‘Id dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzulul Quran (turunnya AI-Quran), Isra Mi’raj, hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Fath Makkah (Penaklukan Makkah), karena semua itu berhubungan dengan beliau dan dengan kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar.
Banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid yang mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut, di antaranya yang disebutkan oleh Prof. DR. As Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Sebelum mengemukakan dalil-dalil tersebut, beliau menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.
Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah ia bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”.
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin”.
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orangorang yang hadir, memuliakan orangorang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.
Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.
Dalil-dalil Maulid
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW .
Pertama, peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?)
Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.
Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah AI-Quran. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS Yunus: 58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran,
“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107).
Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.
Kelima, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.
Keenam, dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
Ketujuh, peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.
Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.
Kedelapan, mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.
Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.
Kesembilan, mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.
Kesepuluh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan:” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulla?
Kesebelas, peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
Kedua belas, dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
Ketiga belas, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami
ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu:’ (QS Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.
Keempat belas, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.
Kelima belas, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.
Keenam belas, peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).
Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
Ketujuh belas, semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.
Kedelapan belas, Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji “
Kesembilan belas, setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran, itu termasuk ajaran agama.
Keduapuluh, memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.
Kedua puluh satu, semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nab! SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang.
Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut
Demikian pemandangan yang kita saksikan setiap datang bulan Rabiul awwal.
Telah ratusan tahun kaum muslimin merayakan maulid Nabi Saw, Insan yang paling mereka cintai. Tetapi hingga kini masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Diantaranya mereka mengatakan, orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi menjadikannya sebagai ‘Id (Hari Raya) yang syar’i, seperti ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Padahal, peringatan itu, menurut mereka, bukanlah sesuatu yang berasal dari ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah yang mereka katakan itu sesuai dengan prinsip-prinsip agama, ataukah justru sebaliknya?
Di antara ulama kenamaan di dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak dituduhkan kepada kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, adalah As Sayyid Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Alawi Al Maliki. Berikut ini kami nukilkan uraian dan ulasan beliau mengenai hal tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab beliau Dzikrayat wa Munasabat dan Haul al Ihtifal bi Dzikra Maulid An Nabawi Asy Syarif.
Hari Maulid Nabi SAW lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada ‘Id. ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedangkan peringatan Maulid Nabi SAW, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkait dengan waktu dan tempat.
Hari kelahiran beliau lebih agung daripada ‘Id, meskipun kita tidak menamainya ‘Id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa ‘Id dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi’tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzulul Quran (turunnya AI-Quran), Isra Mi’raj, hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Fath Makkah (Penaklukan Makkah), karena semua itu berhubungan dengan beliau dan dengan kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar.
Banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid yang mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut, di antaranya yang disebutkan oleh Prof. DR. As Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Sebelum mengemukakan dalil-dalil tersebut, beliau menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.
Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi’ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, “Mengapa kalian memperingatinya?” Karena, seolah-olah ia bertanya, “Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?”.
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin”.
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orangorang yang hadir, memuliakan orangorang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.
Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.
Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid’ah, keburukan, dan fitnah.
Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku.” Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara’.
Dalil-dalil Maulid
Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW .
Pertama, peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?)
Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.
Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah AI-Quran. Allah SWT berfirman,
“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira’.” (QS Yunus: 58).
Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran,
“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107).
Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.
Kelima, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.
Keenam, dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
Ketujuh, peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.
Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.
Kedelapan, mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.
Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.
Kesembilan, mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.
Kesepuluh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu Adam diciptakan:” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulla?
Kesebelas, peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
Kedua belas, dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji.
Ketiga belas, Allah SWT berfirman, “Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami
ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu:’ (QS Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.
Keempat belas, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang “baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.
Kelima belas, tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.
Keenam belas, peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).
Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
Ketujuh belas, semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.
Kedelapan belas, Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji “
Kesembilan belas, setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran, itu termasuk ajaran agama.
Keduapuluh, memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.
Kedua puluh satu, semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nab! SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang.
Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut
Selasa, 16 Oktober 2012
kata-kata mutiara mohammad ulum Assegaf
Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah
•> Barang siapa Semakin mengenal kepada allah niscaya akan semakin takut.
•> Barang siapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung dan barang siapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
•> Barang siapa menjadikan kematiannya sebagai pertemuan dengan sang kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
•> Barang siapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barang siapa percaya pada risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barang siapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya.
•> Kedekatan seseorang dengan para nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.
•> Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.
•> Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.
•> Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.
•> Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.
•> Barang siapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.
•> Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat arsy dan seisinya seribu kali.
•> Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW merupakan permulaan untuk fana pada Allah (lupa selain Allah)
•> Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.
•> Barang siapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.
•> Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.
•> Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi daI dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.
•> Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasih-Nya.
•> Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adap (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya.
•> Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.
•> Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada kholiq (pencipta) dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Kholiq.
•> Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman.
Kata-kata Mutiara Al-Habib Umar Bin Hafidz :
•> Hakikat tauhid adalah membaca Al Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
•> Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).
•> Barang siapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.
•> Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
•> Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.
- Orang yang dekat bersama ku di hari qiamat ialah yg selalu banyak bersholawat kepada-Ku
- Sungguh penyesalan itu akan datang padamu pada akhirnya enkau mengetahuinya.
- Jangan mengaku ummat rosululloh s.a.w kalu tidak mau mengikutiku(muhammad)
- Beruntunglah orang-orang yang melihat mereka atau melihat orang yang pernah melihat mereka atau selalu memiliki ikatan dengan mereka dan selalu berada diambang pintu mereka
- Tidak mungkin seseorang dapat mengenal islam dengan baik,jika tidak mengenal dan sejarah biografi para pembawa islam.
- Ilmu yang manfaat itu adalah ilmu yang berguna hinga kalian masuk kedalam liang lahat,
- Janganlah kalian golongkan diri kalian dari orang-orang yang yang mengharapkan nikmat akherat tanpa mau beramal,
- Ketika kita mencari ilmu,kita dapat mendapatkannya dalam kitab-kitab ataupun buku,namun ketika kita mencari barokah, tidaklah kita mendapatkannya kecuali dengan dekatnya kita kepada orang-orang yang sholeh,dan dekat dengan mereka modalnya adalah dengan hati yang bersih.karena dengan kebersihan hati kita dapat mengenal orang-orang yang besar disisi allah swt, dan kebersihan hati merupakn anugrah dari alah swt,
- Ingantlah, sesungguh nya para auliya allah itu, mereka tidak khawatir dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
- Terangilah rumah-mu dengan lampu-lampu, dan terangi hatimu dengan bacaan al-qur’an.
- Orang yang buta bukanlah orang yang tidak bisa melihat banyaknya harta,namun yang disebut orang buta adalah orang yang tidak mau melihat ilmu agama.
- Bermaksiatlah sepuasmu pasti engkau akan mati,sedang neraka bakal menunggumu.dan lakukanlah amal sholeh karena engkau akan mati,sedangkan balasannya kelal adalah surga.
- Jadikanlah akal,hati,ruh dan jasadmu terisi dengan nama allah swt,karena apabila semua terisi dengan nama allah.maka engkau termasuk golongan orang yang berbahagia.
- Guru yang paling bertaqwa adalah nabi muhammad saw.
- Semua para auliya itu diangkat oleh allah ke sebuah derajat yang tinggi karena hatinya yang bersih,tidak sombong,tidak dengki,dan selalu rendah diri..
- Istqomah dalam agama dapat menjauhkan kesedihan dan ketakutan dalam diri kita..
- Kunci kesuksesan adalah dalam ketaatan kepada 4 hal,taat kpd allah, taat kpd rosululloh saw,taat kpd orang tua, dan taat kpd para ‘ulama.
- Pemuda yang sejati adalah pemuda yang selalu menggunakan akhlaq dan budi pekertinya..
- Ilmu membutuhkan amal,sedangkan amal membutuhkan ikhlas,dan keikhlasan inilah yang mendatangkan keridhoaan allah swt.
- Setiap orang harus menyadari akan kebodohannya,meskipun ia telah berada dalam derajat tertinggi dalam bidang ilmu.
- Jika kedekatan dan perjumpaan dangan kekasih tak dapat ku jalani,maka dalam mengenang dan mengingat mereka akan ku-peroleh kebahagiaan bagi duka dihati..
- Seindah – indah nya tempat di dunia adalah tempat yang disitu terdapat orang-orang yang sholeh,karena mereka bagikan bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit....
- Ilmu tidak akan berguna bagi murid pembohong..
- Akal dapat menjadi tenang,hati akan menjadi lunak hanya dengan cara selalu ingat kepada ALLAH S.W.T.
- Yang disebut wali adalah seseorang Yang beriman dan bertaQwa kepada allah dengan sebenar-benarnya iman dan taqwa.
- Lalai dari allah merupakan siksa dalam dunia.
- Seseorang yang menaruh rasa cinta kepada baginda muhammad saw tidaklah pernah merugi di dalam dunia dan akherat...
- Jadilah kalian sebagai ahli nur,cahaya isilah hati-hati kalian denagan berdzikir,sholawat,istighfar dan selalu adakan komunikasi dengan allah swt..
- Budi pekerti adalah sebagian dari agama
- Jarak penghubung antara kita dan nabi muhammad hanyalah kematian,
- Barang siapa yang mengatakah bahwa dirinya mencintai kepada kaum sholihin,namun ia tidak beramal sebagaimana amalan mereka dan tidak berakhlak mereka,maka ia adalah pembohong besar.
- Orang yang pintar itu belum tentu benar tapi orang yang benar sudah pasti pintar
- Tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan di bawah dan lihat lah orang di bawah jangan melihat orang yang di atas..
- Ketika kita mencintai seseorang belum tentu dia hadir kepada kita,tapi jikalau engkau mencintai allah dan baginda rosululloh saw pasti ia akan datang ketika nama nya disebut dalam hati,
- Tolonglah allah maka allah akan menolong mu.
- Ingatlah kepada allah maka allah akan mengingatmu..
- Agama islam itu tidak bisa dikalahkan dengan agama lain, tapi agama islam akan kalah dengan agama islam tersendiri..
- Sungguh nabi Muhammad adalah manusia yang teragung disisi allah swt,,
- Segala sesuatu tidak akan manfaat apabila tidak di awali dengan bismillahirrohmanirrohim.
- Ketahuilah bahwa kunci surga itu adalah bismillahirrohmanirrohim.
- Ketahuilah bahwa pintu kesurga itu dengan kesusahan dan pintu ke neraka dengan mudah dan kemaksiatan.
- Cintailah manusia yang dicintai allah maka akan mengantarkan dirimu dicintai allah
Sungguh sebaik-baik semua tidak akan bisa memberi manfaat
atau berguna untuk Allah. Semua manusia berbuat baik maka hal itu tidak akan membawa manfaat
bagi Allah subhanahu wata’ala. Allah Maha melimpahkan manfaat, Allah tidak
butuh sesuatu apapun dari kita. Begitu pula jika semua manusia berbuat
kemungkaran maka hal itu tidak akan bisa membuat Allah rugi. Kita bisa
merugikan orang lain namun tidak bisa membuat Allah rugi atau beruntung..
Segala puji hanya bagi allah
swt kami curahkan akhirnya kata-kata ini sudah diselesaikan dengan baik,semua
ini berkat nikmat yang telah allah berikan kepada seluruh makhluknya khusus nya
bagi ummatnya baginda besar nabi muhamad saw...kami persembahkan tulisan ini
kepada para pembaca yang belum mengetahui apa-apa semoga tulisan ini membawa
kita semua menjadi hamba alah yang benar-benar mentaati perintahnya dan
menjauhi semua larangannya amiinnn.....
Langganan:
Postingan (Atom)